Kamis, 17 Oktober 2013

Hindari Debat Walau Anda Benar





Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Bismillahirrahmanirrahim

Saat ini banyak kita liat, di forum-forum diskusi, wall facebook, milis ataupun yang lain, perdebatan yang tidak bermanfaat muncul. Dan dalam forum semacam ini tidak ada moderator yang memoderasi pendapat-pendapat yang muncul disitu.

Sehingga semua jenis pendapat mulai dari yang benar dan salah bisa bercampur disitu dan tidak jarang terdapat makian, hasutan, penghinaan, provokasi dan lainnya yang jelas tidak akan membawa kebaikan dan manfaat bagi keimanan.

Disitu pula terkadang emosi yang banyak bermain, dan ini dilihat oleh banyak orang dan menimbulkan suatu preseden buruk. Dan jelas hal seperti ini menimbulkan mudharat dan haram hukumnya. Sedangkan kaidah fiqh menyatakan: “wasilah (sarana) yang bisa mengantarkan ke keharaman maka wasilah itu haram”. Maka berdebat di internet dalam forum-forum umum dan bisa diakses semua orang tanpa moderasi adalah haram.

Seperti yang terjadi disalah "satu Blog dan Akun Facebook(maupun Grub & Page) di dalam Status serta Note" sikap saudara2 kita sungguh sangat kita sayangkan…

Pendapat Imam Syafi'i:

"Saya hanyalah seorang manusia, terkadang salah, terkadang benar. Oleh karena itu, telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, ambillah ; dan bila tidak sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, tinggalkanlah"

Maka kalau Tidak Sesuai Dalam Berdiskusi. Apabila Terjadi Saling Mengolok-Olok,.. Bagusnya Ditinggalkan,..Walaupun Anda Benar!!!

Allah berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olokkan lebih baik dari wanita yang mengolok-olok. Dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim." (QS Hujurat:11)

Berdiskusilah dengan baik!

Bagaimana?

1. Jangan mencela

Hendaknya kita mengingat kembali nasehat Rasulullah shalallhu'alaihi wasallam:

"Setiap muslim itu saudara bagi muslim yang lain. Dia tidak akan menzhaliminya, menghinakannya, dan tidak pula meremehkannya. Keburukan seseorang itu diukur dari sejauh mana dia meremehkan saudaranya" (HR.Muslim dan lainnya)

Dalam hadist lain juga ditegaskan
"Mencela seorang muslim itu perbuatan fasiq sedangkan memeranginya adalah perbuatan kufur" (HR.Bukhari dan Muslim)

Dan juga hendaknya kita ingat bahwa setiap perkataan, tulisan kita akan dicatat dan dimintai pertanggung-jawaban "Apapun kata yang terucap pasti disaksikan oleh Raqib dan 'Atid". (QS. Qaff : 18)

Nah, yang sering jadi masalah, kadang sulit dibedakan antara mencela dan menasehati....
tidak ada ruginya antum menyimak tulisan ini

2. Jangan bicara tanpa ilmu

Telah kita ketahui dari dalil-dalil di atas, diskusi yang tercela adalah diskusi tanpa ilmu, meskipun antum merasa di pihak yang benar. ALLAH mencela orang seperti ini:

"Di antara manusia ada orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan dan mengikuti setiap setan yang sangat jahat." (Al-Hajj: 3)

Dan ilmu yang dimaksud tentulah Al Qur'an dan Hadist. Jangan gemar berdiskusi tentang agama kalau antum tidak memiliki pengetahuan hadits dan Qur'an. Yang harus dilakukan orang seperti ini adalah: banyak bertanya.

3. Gunakan bahasa yang baik

Jika kita merasa di atas al haq, merasa di atas ilmu, tunjukkanlah ilmu antum itu telah membuahkan akhlak yang mulia. Buktikan itu dengan bahasa yang baik, sopan. Karena demikianlah akhlak para Sahabat dan Ulama.

"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?"" (Al Fushilat : 33)

Jika kita melihat kesalahan pada saudara kita, dan kita memang ingin membuatnya sadar akan kesalahannya, bukankah disini lebih HARUS menegurnya dengan bahasa yang baik?? Bagaimana mungkin seseorang akan tersadar dari kesalahannya jika ia hanya ditahdzir dan dicela saja?

4. Sampaikan saja, jangan memaksa

Jika kita melihat ada saudara kita yang terjerumus ke dalam kesalahan. Maka kewajiban kita adalah menyampaikan. Bukan tanggung jawab kita nantinya ia sadar atau tidak. Apakah kita berharap saudara kita itu sadar setelah di nasehati 1 atau 2 kali? Didalam forum diskusi? Sungguh kewajiban kita hanya menyampaikan, soal hidayah ditangan ALLAH.

"Dan jika Kami perlihatkan kepadamu sebahagian (siksa) yang Kami ancamkan kepada mereka atau Kami wafatkan kamu (hal itu tidak penting bagimu) karena sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedang Kami-lah yang menghisab amalan mereka" (QS Ar Ra'du: 40)

5. Tidak membalas, bukan berarti kalah

Seringkali ana perhatikan di antara dudunger yang berdebat saling me-reply terus, bantah, dibantah lagi, dan seterusnya. Seolah-olah ia berpikiran "Ah, kalo ga dibantah lagi nanti saya dibilang kalah". Subhanallah, tanya lagi pada hati kita tentang tujuan berdiskusi di sini: mau menyampaikan nasehat atau jadi jawara debat?

Jika kita benar-benar ingin menasehati dan berdebat dengan ahsan, undanglah partner debat/diskusi kita untuk off air, kopi darat, lalu diskusikan dan debatlah dengan empat mata atau lebih, ini lebih baik daripada kita berdebat dan berdiskusi di forum umum maya.

Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika setan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang lalim itu sesudah teringat (akan larangan itu) (QS al-An’am [6]: 68)

Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan, maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam
(QS an-Nisaa [4]: 140)

Walhasil, saya hanya ingin menyampaikan bahwa waktu kita terlalu berharga untuk mendebat orang-orang yang memang tidak ingin mencari kebenaran.

Dan bila kita menemui komentar-komentar yang menyerang Islam di internet, janganlah terburu-buru untuk mendebatnya, karena itulah yang mereka inginkan. Bila kita menemui komentar apapun di internet, maka ada dua pilihan:

1) bila kita suka kita baca dan amalkan,

2) bila kita tidak suka tutup saja.

Wallahu a'lam bishawab —

Sabtu, 03 Agustus 2013

Cara Mendakwahi Orang Islam Yang Tidak Berpuasa Di Bulan Ramadan


Pertanyaan:
Bagaimana cara berinteraksi dengan orang-orang Islam yang tidak berpuasa di Bulan Ramadan? Metode apa yang terbaik untuk mendakwahkannya agar menunaikan puasa?




Jawaban:
Alhamdulillah.
Wajib mendakwahkan kaum muslimin untuk berpuasa serta memperingatkannya dari sikap meremehkan dan melalaikan puasa. Hal itu dengan mengikuti kiat-kiat berikut ini:
1.      Memberitahukan kepada mereka akan kewajiban berpuasa dan kedudukannya dalam Islam yang sangat agung serta salah satu bangunan yang kokoh tempat dimana Islam dibangun.


2.      Mengingatkan besarnya pahala yang akan didapatkan dari berpuasa. Sebagaimana sabda Nabi sallallahu ’alaihi wa sallam:  “Siapa yang berpuasa dengan iman dan harap  (akan pahala), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari, no. 38,  Muslim, no. 760)
Beliau sallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda:
( مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَصَامَ رَمَضَانَ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ ، جَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ جَلَسَ فِي أَرْضِهِ الَّتِي وُلِدَ فِيهَا . فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَفَلا نُبَشِّرُ النَّاسَ ؟ قَالَ : إِنَّ فِي الْجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ أَعَدَّهَا اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ، مَا بَيْنَ الدَّرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ ، فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ ، فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ ، وَأَعْلَى الْجَنَّةِ ، وفَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ ، وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ ) رواه البخاري (7423
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mendirikan shalat dan berpuasa di bulan Ramadan. Maka Allah berhak (kepadanya) untuk memasukkan ke dalam Surga. Baik dia berjihad di jalan Allah atau dia menetap di negerinya tempat dia dilahirkannya. Mereka berkata: “Wahai Rasulullah! Apakah boleh kami beritakan kabar gembira ini kepada orang-orang?” Beliau menjawab: “Sesungguhnya di surga itu ada seratus derajat yang Allah sediakan bagi para mujahidin di jalan Allah. Antara dua derajat (jaraknya) bagaikan antara langit dan bumi. Kalau kamu semua memohon kepada Allah, maka memohonlah (surga) Firdaus, karena ia adalah pertengahan surga dan surga tertinggi yang di atasnya terdapat Arsy Ar-Rahman dan darinya dipancarkan sungai-sungai di surga.” (HR. Bukhari, no. 7423)
Begitu juga sabda (beliau) sallallahu ’alaihi wa sallam: “Allah Ta’ala berfirman, puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya. Dia meninggalkan syahwatnya, makan dan minumnya untuk-Ku. Puasa adalah benteng. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kegembiraan; gembira ketika berbuka dan gembira ketika bertemu dengan Tuhannya. Dan bau mulut orang berpuasa lebih harum dibandingkan wangi minyak misk (kesturi)." (HR. Bukhari, no.  7492, dan Muslim, no. 1151)
3.      Menjelaskan ancaman bagi orang yang meninggalkan puasa dan bahwa hal itu termasuk salah satu dosa besar. Telah diriwayatkan oleh Ibnu Huzaimah, no. 1986, dan Ibnu Hibban, no. 7491, dari Abu Umamah Al-Bahili radhiallahu ’anhu, aku mendengar Rasulullah sallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
( بينا أنا نائم إذ أتاني رجلان فأخذا بضبعيّ ( الضبع هو العضد ) فأتيا بي جبلا وعِرا ، فقالا : اصعد . فقلت : إني لا أطيقه . فقالا : إنا سنسهله لك . فصعدت حتى إذا كنت في سواء الجبل إذا بأصوات شديدة ، قلت : ما هذه الأصوات ؟ قالوا : هذا عواء أهل النار . ثم انطلق بي فإذا أنا بقوم معلقين بعراقيبهم ، مشققة أشداقهم ، تسيل أشداقهم دما ، قلت : من هؤلاء ؟ قال: هؤلاء الذين يفطرون قبل تحلة صومهم . صححه الألباني في صحيح موارد الظمآن (1509)
“Aku bermimpi didatangi dua orang membawa pundakku. Keduanya membawaku ke gunung yang terjal. Keduanya berkata: Naiklah! Aku menjawab: “Aku tidak mampu.” Keduanya mengatakan: “Kami akan membantu  memudahkanmu. Maka aku mendaki, ketika sampai ketika di puncak gunung, tiba-tiba terdengar suara melengking keras. Aku bertanya: “Suara apa itu? Mereka menjawab: “Itu adalah suara penghuni neraka.” Kemudian dia berangkat lagi membawaku, ternyata saya dapati suatu kaum yang bergantungan tubuhnya mulutnya pecah dan mengeluarkan darah. Saya bertanya: ”Siapa mereka?” Dia berkata: “Mereka adalah orang-orang yang berbuka puasa sebelum dibolehkan (waktunya) berbuka puasa.” (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Mawarid Adz-Dzam’an, no. 1509)
Al-Albany memberi catatan dan berkata: “Saya katakan, ini adalah hukuman orang yang berpusa kemudian berbuka secara sengaja sebelum waktu diperbolehkan berbuka puasa. Jika demikian, bagaimana halnya (hukuman) orang yang asalnya memang tidak berpuasa?. Kami memohon kepada Allah keselamatan dan kesehatan di dunia dan di akhirat. (Silahkan lihat soal no. 38747)
4.      Jelaskan bahwa puasa itu mudah, di dalamnya ada kesenangan, kegembiraan dan keridha'an, ketenangan jiwa, hati yang tenang disertai kenikmatan beribadah siang malam dengan membaca Al-Qur’an dan Qiyamul lail.
5.      Mengajak mereka mendengarkan sebagian ceramah, dan membaca sedikit selebaran-selebaran yang berbicara tentang puasa, urgensinya dan keadaan orang Islam di dalamnya.
6.      Jangan bosan mendakwahkan kepada mereka dan mengingatkannya dengan perkataan lembut dan kata yang indah disertai doa yang jujur untuk mereka semoga mendapatkan hidayah dan pengampuanan.
Kita memohon kepada Allah, agar kami dan anda diberi taufiq dan ketetapan.  
Wallahu’alam .
Sumberislamqa.info

OBESITAS MEMPERCEPAT KEMATIAN

Mukjizat Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Seputar Kegemukan

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ما ملأ آدمي وعاء شرا من بطنه بحسب ابن آدم لقيمات يقمن صلبه فإن كان لابد فاعلا فثلث لطعامه وثلث لشرابه وثلث لنفسه ) رواه الإمام أحمد والترمذي وغيرهما )

"Tidaklah seorang anak Adam (manusia) mengisi bejana (kantong) yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah baginya beberapa suap yang bisa menegakkan tulang sulbinya. Jikalau memang harus berbuat, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga untuk nafasnya." (HR. Imam Ahmad, at-Tirmidzi dan rahimahumullah selainnya)

Dan diriwayatkan:
المعدة بيت الداء

”Lambung adalah rumah penyakit.” (Riwayat ini menurut sebagian ulama bukanlah sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melainkan ucapan Al-harits bin Kaldah salah seorang thabib (dokter) dari Arab, sebagaimana disebukan dalam Maqashidul Hasanah dll)


Ilmu pengetahuan telah sampai pada suatu kesimpulan bahwa obesitas (kegemukan) dari sisi kesehatan adalah bentuk ketidakseimbangan dalam metabolisme tubuh. Dan hal itu disebabkan oleh akumulasi (penumpukan) lemak atau gangguan endokrin (kelenjar dalam tubuh).. Dan genetika (garis keturunan) tidak memiliki peran besar dalam masalah obesitas sebagaimana yang telah diyakini beberapa kalangan. Dan penelitian-penelitian ilmiah telah menegaskan bahwa obesitas (kegemukan) memiliki dampak yangberbahaya pada tubuh manusia.
Salah satu perusahaan asuransi di Amerika telah menerbitkan data Statistik yang menyatakan bahwa semakin panjang garis ikat pinggang (sabuk) semakin pendek garis umurnya. Maka orang-orang yang lingkar perut mereka lebih panjang (lebih besar) daripada lingkar dada mereka, tingkat kematiannya lebih besar/tinggi. Sebagaimana penelitian juga telah membuktikan bahwa penyakit diabetes (kencing manis/gula) lebih sering menimpa orang yang gemuk (obesitas) daripada orang normal. Dan sebagaimana obesitas juga berpengaruh pada organ tubuh yang lain dan secara khusus terhadap jantung, di mana lemak menggantikan posisi beberapa sel otot jantung, yang secara langsung mempengaruhi kinerjanya.

Maka benarlah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beliau memperingatkan kepada ummatnya tentang bahaya kegemukan dan makan berlebihan, beliau bersabda:

( المعدة بيت الداء(

”Lambung adalah rumah penyakit.”
Dan penelitian ilmiah tersebut memperingatkan untuk tidak menggunakan obat-obatan untuk menurunkan berat badan karena bahaya yang akan ditimbulkan olehnya. Dan ia mengisyaratkan bahwa pengobatan yang paling tepatl untuk obesitas dan pencegahannya adalah dengan mengikuti apa yang telah diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk tidak israf (berlebihan) ketika makan dan dengan cara mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika makan, sebagaimana yang dijelaskan oleh beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits yang menjadi topik pembahasan kita. Dan hadits tersebut datang dalam rangka penerapan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


) يَا بَنِي آدَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وكُلُواْ وَاشْرَبُواْ وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ ( سورة الأعراف : 31

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raaf: 31)

Dengan ini Islam telah mendahului ilmu pengetahuan modern semenjak lebih dari empatbelas abad, dalam masalah pentingnya keseimbangan dalam mengkonsumsi makanan, dan minuman. Dan Islam memperingatkan akan bahaya berlebih-lebihan dalam makan dan minum terhadap kesehatan manusia.

Perawatan organ sistem pencernaan
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


( أصل كل داء البردة ) البردة : التخمة : أخرجه الحافظ السيوطي في الجامع الصغير

”Sumber segala penyakit adalah al-baradah.” Al-baradah: at-Tukhmah (Jeleknya pencernaan makanan) (diriwayatkan oleh Imam al-Hafizh as-Suyuthi rahimahullah dalam al-Jaami’ ash-Shaghiir)

Hadits ini merupakan tanda yang paling nampak dalam masalah pemeliharaan kesehatan sistem pencernaan. Yang selanjutnya melindungi seluruh tubuh dari keracunan diri yang disebabkan buruknya sistem pencernaan, penuhnya perut (lambung) dan pengisisaannya yang melebihi kapasitasnya berupa makanan berat. Dan hal itu (keracunan) muncul juga pengisisan makanan yang keduan sebelum pencernaan makanan pertama. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya kesulitan pencernaan, dan fermentasi dalam lambung.

Kemudian peradangan menular yang akut menjadi kronis setelah sebelumnya ringan dan menyebabkan menetapnya bakteri penyakit endemis di usus yang ia mengirim racun ke dalam sistem peredaran darah. Yang seterusnya mempengaruhi sistem saraf, sistem pernafasan, saluran kemih dan ginjal dan organ vital dalam tubuh yang lainnya. Hal tersbut merupakan penyebab terjadinya gangguan fungsi dari organ-organ tersebut.

Dari sini, keajaiban medis ada pada sampainya kita pada akar penyebab segala penyakit, yaitu berlebihan (israf) dalam makanan yang menyebabkan buruknya sistem pencernaan yang hal itu akhirnya menyebabkan munculnya banyak penyakit sebagaimana diungkapkan oleh penelitian medis modern.
(Sumber:البدانة dari الإعجاز العلمي في الإسلام والسنة النبوية (Keajaiban Ilmiah dalam Islam dan Sunnah Nabi) oleh Muhammad Kamil dari www.eajaz.com/agaz%20snaah/bdanh.htm, www.alsofwah.or.id

Jumlah Rakaat Shalat Tarawih Pilihan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam


Shalat ini dinamakan tarawih yang artinya istirahat karena orang yang melakukan shalat tarawih beristirahat setelah melaksanakan shalat empat raka’at. Shalat tarawih termasuk qiyamul lail atau shalat malam. Akan tetapi shalat tarawih ini dikhususkan di bulan Ramadhan. Jadi, shalat tarawih ini adalah shalat malam yang dilakukan di bulan Ramadhan.[1]


Adapun shalat tarawih tidak disyariatkan untuk tidur terlebih dahulu dan shalat tarawih hanya khusus dikerjakan di bulan Ramadhan. Sedangkan shalat tahajjud menurut mayoritas pakar fiqih adalah shalat sunnah yang dilakukan setelah bangun tidur dan dilakukan di malam mana saja.[2]

Para ulama sepakat bahwa shalat tarawih hukumnya adalah sunnah (dianjurkan). Bahkan menurut ulama Hanafiyah, Hanabilah, dan Malikiyyah, hukum shalat tarawih adalah sunnah mu’akkad (sangat dianjurkan). Shalat ini dianjurkan bagi laki-laki dan perempuan. Shalat tarawih merupakan salah satu syi’ar Islam.[3]

Imam Asy Syafi’i, mayoritas ulama Syafi’iyah, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah berpendapat bahwa lebih afdhol shalat tarawih dilaksanakan secara berjama’ah sebagaimana dilakukan oleh ‘Umar bin Al Khottob dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Kaum muslimin pun terus menerus melakukan shalat tarawih secara berjama’ah karena merupakan syi’ar Islam yang begitu nampak sehingga serupa dengan shalat ‘ied.[4]

 Keutamaan Shalat Tarawih


Pertama, akan mendapatkan ampunan dosa yang telah lalu.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759).
 Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah shalat tarawih sebagaimana yang dituturkan oleh An Nawawi.[5] Hadits ini memberitahukan bahwa shalat tarawih bisa menggugurkan dosa dengan syarat karena iman yaitu membenarkan pahala yang dijanjikan oleh Allah dan mencari pahala dari Allah, bukan karena riya’ atau alasan lainnya.[6]

Yang dimaksud “pengampunan dosa” dalam hadits ini adalah bisa mencakup dosa besar dan dosa kecil berdasarkan tekstual hadits, sebagaimana ditegaskan oleh Ibnul Mundzir. Namun An Nawawi mengatakan bahwa yang dimaksudkan pengampunan dosa di sini adalah khusus untuk dosa kecil.[7]

Kedua, shalat tarawih bersama imam seperti shalat semalam penuh.

Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda,

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً

Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.”[8] Hal ini sekaligus merupakan anjuran agar kaum muslimin mengerjakan shalat tarawih secara berjama’ah dan mengikuti imam hingga selesai.

Ketiga, shalat tarawih adalah seutama-utamanya shalat.

Ulama-ulama Hanabilah (madzhab Hambali) mengatakan bahwa seutama-utamanya shalat sunnah adalah shalat yang dianjurkan dilakukan secara berjama’ah. Karena shalat seperti ini hampir serupa dengan shalat fardhu. Kemudian shalat yang lebih utama lagi adalah shalat rawatib (shalat yang mengiringi shalat fardhu, sebelum atau sesudahnya). Shalat yang paling ditekankan dilakukan secara berjama’ah adalah shalat kusuf (shalat gerhana) kemudian shalat tarawih.[9]

Shalat Tarawih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Dari Abu Salamah bin ‘Abdirrahman, dia mengabarkan bahwa dia pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Bagaimana shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan?”. ‘Aisyah mengatakan,

مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah jumlah raka’at dalam shalat malam di bulanRamadhan dan tidak pula dalam shalat lainnya lebih dari 11 raka’at.”[10]

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengabarkan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – خَرَجَ ذَاتَ لَيْلَةٍ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ ، فَصَلَّى فِى الْمَسْجِدِ ، فَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلاَتِهِ فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا ، فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَصَلَّوْا مَعَهُ ، فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا فَكَثُرَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ ، فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَصَلَّوْا بِصَلاَتِهِ ، فَلَمَّا كَانَتِ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ الْمَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ حَتَّى خَرَجَ لِصَلاَةِ الصُّبْحِ ، فَلَمَّا قَضَى الْفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ ، فَتَشَهَّدَ ثُمَّ قَالَ « أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَىَّ مَكَانُكُمْ ، لَكِنِّى خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ فَتَعْجِزُوا عَنْهَا »

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu malam keluar di tengah malam untuk melaksanakan shalat di masjid, orang-orang kemudian mengikuti beliau dan shalat di belakangnya. Pada waktu paginya orang-orang membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam berikutnya orang-orang yang berkumpul bertambah banyak lalu ikut shalat dengan beliau. Dan pada waktu paginya orang-orang kembali membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam yang ketiga orang-orang yang hadir di masjid semakin bertambah banyak lagi, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk shalat dan mereka shalat bersama beliau. Kemudian pada malam yang keempat, masjid sudah penuh dengan jama’ah hingga akhirnya beliau keluar hanya untuk shalat Shubuh. Setelah beliau selesai shalat Fajar, beliau menghadap kepada orang banyak membaca syahadat lalu bersabda: “Amma ba’du, sesungguhnya aku bukannya tidak tahu keberadaan kalian (semalam). Akan tetapi aku takut shalat tersebut akan diwajibkan atas kalian, sementara kalian tidak mampu.”[11]

As Suyuthi mengatakan, “Telah ada beberapa hadits shahih dan juga hasan mengenai perintah untuk melaksanakan qiyamul lail di bulan Ramadhan dan ada pula dorongan untuk melakukannya tanpa dibatasi dengan jumlah raka’at tertentu. Dan tidak ada hadits shahih yang mengatakan bahwa jumlah raka’at tarawihyang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 20 raka’at. Yang dilakukan oleh beliau adalah beliau shalat beberapa malam namun tidak disebutkan batasan jumlah raka’atnya. Kemudian beliau pada malam keempat tidak melakukannya agar orang-orang tidak menyangka bahwa shalat tarawih adalah wajib.”[12]

Ibnu Hajar Al Haitsamiy mengatakan, “Tidak ada satu hadits shahih pun yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat tarawih 20 raka’at. Adapun hadits yang mengatakan “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat (tarawih) 20 raka’at”, ini adalah hadits yang sangat-sangat lemah.”[13]

Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Adapun yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari hadits Ibnu ‘Abbas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di bulan Ramadhan 20 raka’at ditambah witir, sanad hadits itu adalah dho’if. Hadits ‘Aisyah yang mengatakan bahwa shalat Nabi tidak lebih dari 11 raka’at juga bertentangan dengan hadits Ibnu Abi Syaibah ini. Padahal ‘Aisyah sendiri lebih mengetahui seluk-beluk kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu malam daripada yang lainnya. Wallahu a’lam.”[14]

Jumlah Raka’at Shalat Tarawih yang Dianjurkan

Jumlah raka’at shalat tarawih yang dianjurkan adalah tidak lebih dari 11 atau 13 raka’at. Inilah yang dipilih oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits yang telah lewat.

Juga terdapat riwayat dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,

كَانَ صَلاَةُ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً . يَعْنِى بِاللَّيْلِ

Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di malam hari adalah 13 raka’at.” (HR. Bukhari no. 1138 dan Muslim no. 764). Sebagian ulama mengatakan bahwa shalat malam yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamadalah 11 raka’at. Adapun dua raka’at lainnya adalah dua raka’at ringan yang dikerjakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pembuka melaksanakan shalat malam, sebagaimana pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari[15]. Di antara dalilnya adalah ‘Aisyah mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ لِيُصَلِّىَ افْتَتَحَ صَلاَتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika hendak melaksanakan shalat malam, beliau buka terlebih dahulu dengan melaksanakan shalat dua rak’at yang ringan.”[16] Dari sini menunjukkan bahwa disunnahkan sebelum shalat malam, dibuka dengan 2 raka’at ringan terlebih dahulu.





[1] Lihat Al Jaami’ Li Ahkamish Sholah, 3/63 dan Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9630.
[2] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9630.
[3] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/9631.
[4] Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/39.
[5] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/39.
[6] Lihat Fathul Bari, 4/251.
[7] Idem.
[8] HR. An Nasai no. 1605, Tirmidzi no. 806, Ibnu Majah no. 1327, Ahmad dan Tirmidzi. Tirmidzi menshahihkanhadits ini. Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ no. 447 mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[9] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9633.
[10] HR. Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738.
[11] HR. Bukhari no. 924 dan Muslim no. 761.
[12] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9635
[13] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9635
[14] Fathul Bari, 4/254.
[15] Fathul Bari, 3/21.
[16] HR. Muslim no. 767