URGENSI
DAKWAH MUSLIMAH
Perkembangan zaman, arus modernisasi, globalisasi dan pasar bebas kini telah mampu merubah struktur dunia dan seisinya. Dahulu ketika Nabi Muhammad saw meniti dakwah menyebarkan agama Islam, beliau dengan pengaruhnya mampu merubah struktur dunia dari zaman kejahiliyahan menuju zaman yang terang benderang - zaman yang bermandikan cahaya iman, islam, dan ihsan. Namun kini yang terjadi justru sebaliknya, zaman terang benderang itu kini sedikit demi sedikit mulai terkikis, zaman kejahiliyahan mulai merangkak menguasai dunia, dan hampir seluruh isi dunia terpedaya olehnya. Na’udzubillahimindzalik.
Sejak awal, perempuan telah memainkan peran penting dalam kemajuan Dakwah Islam. Mulai dari pengorbanan Sumayyah, hingga peran Khadijah mendampingi dan memfasilitasi dakwah nabi Muhamamd saw serta Aishah dalam pengumpulan hadist-hadist, perempuan telah berperan dalam berkembangnya dan menyebarkan dien ini.
Sayangnya
selama ini, kebangkitan Islam menderita kelemahan dalam personil Muslimah yang
berkualitas, karena adanya ‘pembatasan’ kerja dakwah ke grup aktivis, dengan
upaya terbatas terkait dakwah tarbiyah yang difokuskan pada wanita .
Dakwah terhadap
perempuan adalah keharusan, bahkan perempuan sendiri juga terikat akan
kewajiban berdakwah. Karena pada dasarnya berdakwah adalah kewajiban bagi
seluruh Muslim. Terlebih dari kaum perempuan sendiri cenderung, ‘meninggalkan’
dan menjauhi aktivitas dakwah itu sendiri.
Rasulullah SAW
bersabda,“Wanita adalah tiang negara, apabila baik wanita maka baiklah negara
dan apabila rusak wanita maka rusaklah negara”
“Dunia adalah
perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah ”
(HR.Muslim)
Hadits tersebut
memberikan gambaran kepada kita betapa kuatnya peran seorang wanita
sampai-sampai keadaannya menentukan keadaan sebuah negara. Seorang penyair
bahkan mengatakan bahwa seorang ibu ibarat sekolah, apabila kamu siapkan dengan baik. Berarti kamu menyiapkan satu bangsa yang harum
namanya. Begitu juga,
orang-orang bijak banyak yang mengaitkan keberhasilan para tokoh dan pemimpin
dengan peran dan bantuan kaum wanita lewat ungkapan “Dibalik keberhasilan
setiap pembesar, ada wanita!”
Tidak dapat
dipungkiri bahwa ibu adalah madrasah pertama bagi putra-putrinya yang akan
meneruskan tongkat estafet peradaban ini. Tidak heran jika muncul ungkapan, dibalik
kelembutan seorang wanita ia bisa mengayunkan buaian di tangan kanan dan
mengguncang dunia dengan tangan kirinya. Namun, kesadaran akan hal
tersebut belum dimiliki oleh para perempuan secara umum dan para muslimah pada
khususnya. Untuk itu, da’wah muslimah sebagai bagian dari da’wah semesta memiliki arti penting
mengembalikan pemahaman yang benar tentang peran wanita yang sesuai fitrah dan
posisinya dalam Islam.
Proses perubahan tak akan terjadi seketika tapi
dibutuhkan studi yang mapan, terencana, sistematis, terorganisir secara rapi yang
direalisasikan melalui gerakan
dakwah yang solid. Karena itu, da’wah muslimah juga harus ditata, dikelola dan diorganisir secara baik dan
teratur dengan kepemimpinan yang kokoh dan manajemen yang baik, yang tertuang
dalam suatu wadah pergerakan.
Ustadz Anis
Matta juga pernah berkata,” dibelakang laki-laki yang hebat, pasti ada seorang
wanita yang hebat pula”. Maksudnya, seorang laki-laki menjadi sukses salah
satunya karena ada wanita (istri) yang menjadi inspirasi dan pemompa semangat
mereka. Dibelakang Rasulullah ada ibunda Khadijah dan dibelakang Alexander
Agung ada Cleopatra.
Ketika
Rasulullah SAW diutus ke dunia, beliau bersabda,
“Sesungguhnya wanita itu adalah
pendamping pria.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Sejak
saat itu paradigma pemikiran dan perlakuan terhadap wanita berubah seratus
delapan puluh derajat. Derajat wanita diangkat dan dimuliakan. Wanita dikatakan
sebagai pendamping pria karena pada setiap kesuksesan seorang pria, pasti ada
peran wanita yang sangat signifikan. Apakah peran sebagai seorang ibu atau
seorang istri. Banyak tokoh-tokoh menjadi penting dan terkenal lantaran
ditopang oleh peran wanita. Maka, atas perannya yang demikian, wanita sering disebut
sebagai tokoh penting di belakang layar.
Sejak
dakwah Islam lahir pada tahun pertama kenabian, sejak saat itu pulalah peran
muslimah dimulai. Maka kita pun mendapatkan hadits kedua Imam Bukhari menjadi
bukti kontribusi pertama muslimah dalam dakwah. Saat Rasulullah tiba di rumah
dari gua Hira dengan pengalaman spiritualnya yang luar biasa, beliau masih dalam ketakutan. Satu hal yang wajar sebab beliau
baru saja bertemu dengan makhluk yang tidak biasa beliau lihat. Lebih dari itu
beliau mendapatkan tanggungjawab besar sebagai nabi.
Dalam
kondisi seperti itulah beliau berkata: "Zammilunii... zammilunii..."
(Selimuti aku, selimut aku..). Khadijah mengerti. Ia melakukan perannya. Ia
wanita pertama yang telah berhasil menyemaikan dakwah yang saat itu baru mengecambah
agar tetap bertumbuh. Maka Khadijah tidak hanya menyelimuti Rasulullah agar
kondisi fisiknya membaik. Lebih dari itu Khadijah memotivasi sang suami agar
yakin bahwa tidak ada hal yang salah pada dirinya. "Jangan takut, demi
Allah, Tuhan tidak akan membinasakan engkau. Engkau selalu menyambung tali
persaudaraan, membantu orang yang sengsara, mengusahakan barang keperluan yang
belum ada, memuliakan tamu, menolong orang yang kesusahan karena menegakkan
kebenaran." Begitu pandainya Khadijah meyakinkan.
Tidak
berhenti di situ. Khadijah juga membawa Rasulullah kepada pamannya. Waraqah
sang ahli kitab. Dari sanalah keyakinan keduanya semakin mantab. Ya, Muhammad
telah menjadi Nabi. Maka sejak saat itu sejarah dakwah ditulis. Namun ia telah
ditulis dengan adanya peran muslimah. Khadijah yang pertama kali percaya dan
menjadi muslimah. Khadijah ummul mukminin yang memberikan langkah awal dan
teladan pertama bagi kiprah muslimah berikutnya. Adalah
merupakan nikmat dan anugerah terindah ketika Allah mentakdirkan kita sebagai
salah satu dari wanita. Dan menjadi sempurnalah nikmat itu manakala kita
menjadi wanita shalihat yang bergabung dengan da’wah untuk mencetak sejarah,
menjadi inspirasi bagi pencetak sejarah atau melahirkan generasi pencetak
sejarah.
Beberapa permasalahan dan hambatan kurangnya tenaga dakwah
dari kaum perempuan, antara lain:
- Kurangnya kemampuan Dakwah oleh perempuan.
- Terbatasnya sumber daya serta kurangnya inisiatif pribadi pada pihak perempuan.
- Adanya pengabaian atau kelalaian terhadap isu-isu perempuan dalam perencanaan Dakwah Islam.
- Tidak adanya tarbiyah yang kuat dan kurangnya pengetahuan Islam di bidang Dakwah.
- Kebanyakan wanita tidak memiliki pemahaman yang tepat terkait peran Dakwah, karena itu, mereka tidak dapat memahami pentingnya waktu yang diberikan untuk proyek-proyek dakwah di luar rumah, sehingga seringkali menimbulkan permasalahan dalam rumah tangga dikarenakan ‘suami yang lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah untuk urusan dakwah.
- Program dakwah oleh lembaga terhadap wanita belum terorganisasi dengan baik.
Berikut adalah beberapa alasan
betapa pentingnya partisipasi perempuan dalam bidang Dakwah (terhadap Muslimah
yang lain):
- Wanita lebih mampu daripada laki-laki yang dalam berkomunikasi dengan perempuan lain. Wanita biasanya lebih dipengaruhi oleh kata, perbuatan, dan perilaku perempuan lain. Wanita lebih mampu mengenali kekhasan dan masalah yang terkait dengan pendidikan perempuan dan tarbiyah.
- Wanita dapat memahami dengan lebih baik ke arah mana dakwah terhadap perempuan harus diarahkan. Mereka yang terbaik dapat melihat urutan prioritas, karena mereka lebih akrab dengan bidang ini.
- Wanita lebih bebas daripada pria dalam berkomunikasi dengan perempuan lain, baik secara individual untuk kegiatan Dakwah, atau dalam kegiatan belajar, forum lain dan tempat-tempat pertemuan.
- Banyak wanita Muslim yang membutuhkan bimbingan, pendidikan, namun kurangnya kehadiran lembaga yang dapat menyediakan layanan ini, karena itu sangat masuk akal bahwa perempuan yang berkualitas di masyarakat harus ‘menawarkan’ diri sebagai pembimbing bagi saudari seimannya.
- Permasalahan terkait pendidikan dan kebutuhan tarbiyah perempuan yang lebih besar dari laki-laki. Mereka hamil, melahirkan, dan merawat anak-anak. Anak-anak lebih terikat dengan ibu mereka daripada mereka kepada ayah mereka.
- Perempuan memiliki efek besar pada suami mereka. Jika mereka memiliki Iman yang kuat dan karakter, mereka memiliki kesempatan yang sangat baik untuk membantu suami mereka menjadi kuat juga.
- Wanita memiliki banyak karakteristik yang menekankan pentingnya peran Dakwah mereka. Mereka juga harus diperhitungkan setiap kali ada pekerjaan Dakwah direncanakan.
PERAN
MUSLIMAH DALAM DAKWAH
Begitu banyak peran
muslimah dalam kehidupan. Seorang muslimah, tidak hanya berperan sebagai anak
yang harus berbakti pada orang tuanya saja, namun ia juga wajib untuk belajar
dan menimba ilmu guna mengembangkan kepribadiannya. Ia juga mesti sigap
terhadap tantangan dakwah ke depan dan mengambil peran sebagai mujahidah
dakwah, menjaga kehormatan diri (iffah), berbagi ilmu dengan saudarinya
yang lain, meningkatkan tsaqofah dan kafaahnya, bersosialisasi dalam dakwah di
masyarakat dan mempersiapkan peran-peran lainnya. Setelah menikah, ia mendidik
generasi penerus risalah Nabi, dan tetap berperan sebagai da’iyah di rumah dan
lingkungan sekitarnya. Tentunya hal itu dilakukan dalam rangka
melaksanakan perintah Allah dan menunaikan segala hak-hak Allah yang diwajibkan
kepadanya.
Dalam membentuk kepribadian muslimah sholihah,
tentunya tidak hanya diperlukan semangat, keistiqomahan dan perjuangan, namun
juga dituntut kesabaran dan keikhlasan. Untuk mewujudkannya, kita tidak
berhenti hanya pada pembentukkan muslimah sholihah saja, namun juga muslimah
sholihah yang muslihah. Maksudnya, muslimah yang turut melakukan ishlahul ummah
(perbaikkan ummat). Adapun beberapa peran seorang musliamh dalam dakwah
diatnaranya yaitu :
Pertama, Sebagai Hamba Allah.
Sesungguhnya sebagaimana ada dalam surat An-Nahl
ayat 97 bahwa seorang wanita tidak berbeda dalam tuntutan ketaatannya kepada
Allah dibandingkan laki-laki kecuali sedikit. Tugas dakwah merupakan bagian
dari pengabdian kepada Allah dimana untuk melaksanakannya diperlukan persiapan
yang serius seperti tertulis dalam surat Al Muzamil ayat 1-8 dan surat Ali Imran
104. Apalagi para da’i merupakan kaum elit pilihan Allah sebagaimana termaktub
dalam Surat Al Fusilat ayat 33.
Selain itu ketaatan kepada Allah akan menjadi
teladan atau dakwah bil hal kita bagi masyarakat maupun mad’u. Bahkan menjadi
seorang da’iyah maka berarti dia telah mengambil peran untuk memperindah Islam.
Masha Allah.
Kedua, Sebagai Anak.
Ada beberapa tugas yang harus dijalankan seorang
muslimah dalam posisinya sebagai anak. Yaitu taat kepada orang tua (17:18),
berbakti (4:36), memberi nafkah (2:215), menyampaikan nasehat (19:45),
mendoakan (17:24) dan memelihara kehormatan mereka (31:15).
Ketiga, Sebagai Seorang Istri.
Sudah menjadi
kewajiban bagi seorang muslimah untuk taat kepada suami (4:34), menjaga
kehormatan suami (4:34), mendukung tugas dakwah suami, mengingatkan dalam
ketaatan kepada Allah. Dalam hal ini, kisah ibunda Cut Nyak Din, patut menjadi
sebuah inspirasi seorang istri yang terus mensupport perjuangan suaminya dalam
melawan penjajah dan menjaga izzah Islam di bumi Aceh. Bahkan setelah Teuku
Umar meninggal beliau tetap meneruskan perjuangan suaminya hingga akhir hayat,
subhanallah.
Keempat, Sebagai Ibu.
Kaum hawa dengan segala potensi yang telah diberikan
oleh Allah, memiliki kelebihan yang tidak dimliki oleh kaum adam. Tugas yang
melekat dalam dirinya adalah mengandung, melahirkan, menyusui, memelihara dan
mendidik anak dan menjadi teladan dalam taat kepada Allah.
Kelima, Sebagai Anggota Masyarakat.
Pekerjaan para wanita Muslim di bidang Dakwah pada dasarnya memperkuat
kerja dahwah pria. Sangat menyedihkan bahwa peran ini begitu terlalu diabaikan
dan diremehkan. Dengan sifatnya sebagai selimut spiritual dan psikologis
manusia, wanita dapat memainkan peran penting dalam Dakwah.
Khadijah (radiyhuanha) memberikan kenyamanan, bantuan, dan dukungan
kepada Nabi Muhammad SAW, yang menjadikan bukti terbesar dari sangat pentingnya
peran ini. Para Sahabat Nabi yang memilih meninggalkan rumah mereka untuk pergi
ke tempat yang ribuan mil jauhnya demi Islam pada awal-awl penyebaran Islam di
Mekkah, jugaa memiliki dukungan dari istri mereka.
Sangat sedikit wanita saat ini memahami atau menyadari peran dirinya
terhadap dakwah, apalagi melaksanakannya. Seorang wanita mungkin berpikir bahwa
pernikahan adalah rumah tempat istirahat dan mudah. Mereka belum menyadari
bahwa pernikahan adalah titik awal perjuangan, pengorbanan, memberi dan
tanggung jawab.
Peran perempuan tidak berakhir di depan pintu. Dia dapat sangat efektif
dengan menjadi contoh yang baik kepada orang lain, dengan menjadi baik hati,
ramah berbicara, dan perilaku ramah. Dia bisa menawarkan bantuan, dan
keprihatinan berbagi serta sukacita. Dia juga dapat menggunakan semua
kesempatan yang tepat untuk mendidik, membimbing orang lain.
Wanita, yang memahami peran mereka akan dakwah dan kebangkitan Islam,
akan mulai mendidik diri mereka sendiri dan mencapai hak-hak mereka atas
pendidikan dan tarbiyah. Lihatlah Hadis riwayat Abu sa’i bahwa Para sahabiyah
pernah mengadu kepada Rasul saw karena merasa tidak mendapatkan kesempatan yang
sama dengan para sahabat dalam mendapatkan penjelasan agama. Sebab Rasul saw
ketika menyampaikan ajaran Islam dalam majlis, hanya dihadiri oleh kaum
laki-laki. Maka Para wanita itu meminta kepada Rasul saw agar menyediakan satu
hari khusus untuk memberi pelajaran kepada kaum wanita tanpa kehadiran
laki-laki.
Ummu Sulaim mengajar anaknya Anas bin Malik tentang Islam, meskipun
suaminya menolak Islam. Ketika Abu Thalhah melamarnya (sebelum menerima Islam)
dia mengatakan bahwa mas kawinnya adalah Islam, Abu Thalhah pada gilirannya
memeluk Islam dan menikahi Ummu Sulaim.
Jika kita bergerak ke lingkaran yang lebih luas, kita akan menemukan
bahwa wanita Muslim memainkan peran besar dalam pengorbanan dan layanan untuk
agama Allah. Sumayyah menyerah hidupnya ketika Abu Jahal membunuhnya karena
memilih menjadi seorang Muslim. Dia adalah Muslim dan perempuan pertama yang
tewas dalam Islam.
Ada beberapa ciri atau karakteristik muslimah
sholihah yang muslihah. Diantaranya yaitu kepribadian yang kuat, keberanian dan
kepercayaan diri, berfikir rasional dan tertata, memiliki kemampuan intelektual
yang baik, kritis, mampu mengevaluasi, membangun, menghadapi tantangan dan
memilih, serta mandiri. Intinya Muslimah sholihah yang mushlihah memiliki
semangat dan kemauan yang kuat (Quwatul Iradah) dalam beribadah dan
memperbaiki diri, mampu mengarahkan perasaan dan tujuannya hanya untuk Allah,
konsisten di jalan dakwah, taat pada qiyadah, imunitas yang tinggi, memiliki
kepribadian yang baik sehingga mampu menjadi tauladan, serta memiliki kemampuan
emosional, intelektual dan spiritual yang seimbang.
Harmonisasi keseluruhan dari karakteristik tersebut
tentunya amat diperlukan guna menciptakan Muslimah-muslimah tangguh yang kelak
mampu mengemban misi mulia dakwah. Siap tidak siap, kita harus sigap dengan
semua tantangan yang ada, karena mereka yang membenci Islam tentunya sudah
mempersiapkan gempuran yang lebih dasyat lagi dengan berbagai media dari waktu
ke waktu untuk menghancurkan dan memperburuk citra muslimah.
Maka, tak ada kata untuk menolak, terus memperbaiki
diri dan bersiap siagalah, bersiaplah dengan segala amunisi dan kekuatan yang
ada untuk menyambut seruan, karena tiada seruan yang paling indah selain seruan
Allah.
SYARAT MUSLIMAH TERJUN KE DALAM
DAKWAH PUBLIK
Peran mereka didasarkan pada maslahat yang riil dan
kebutuhan yang mendesak dengan tentunya tetap memperhatikan nilai-nilai
syari’at Islam, yaitu diantaranya adalah :
1)
Terjaganya fitrah dan tugas asasi
sebagai Muslimah dalam rumah tangganya demi terwujudnya keluarga sakinah,
mawaddah, warohmah.
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ
أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ
بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً
إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ
لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
”Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untuk kalian dari anfus
(jiwa-jiwa) kalian sendiri, azwaj (pasangan hidup), supaya kalian ber-sakinah
kepadanya dan dijadikan-Nya diantara kalian mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.” (Q.S. Ar-Ruum : 21)
وَقَرْنَ
فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ
الصَّلَاةَ وَآَتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Menetaplah di rumah kalian ( para wanita ), dan jangan
berdandan sebagaimana dandanan wanita-wanita jahiliyah. Dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat, dan patuhilah ( wahai para wanita) Allah dan rasul-Nya”
(QS.AL Ahzab:33)
(QS.AL Ahzab:33)
Namun pada beberapa kondisi wanita diperbolehkan keluar, seperti ke Masjid. Aisyah rodhiyallahu anhu tetap keluar rumah dan ikut bergabung dalam perang Jamal sebagai reaksi untuk memenuhi kewajiban agama. Kondisi mengharuskan wanita berperan dalam bidang kehidupan seperti sekolah, perguruan tinggi, perawat, bidan, dab sebagainya, dengan beberapa syarat yang harus terpenuhi.
Alasan lain yang kuat saat ini, peran para wanita
sekuler dan ambisi mereka dalam kepemimpinan publik, kaum feminism yang
mengagung-agungkan kesetaraan gender yang melecehkan Islam, serta kaum wanita
kafir lainnya banyak memegang kendali peranan wanita secara umum, sehingga
mengharuskan Muslimah yang komit untuk terjun pula dalam kancah public ini.
Akan tetapi ia tetap harus mengutamakan dan tidak melalaikan kewajibannya
sebagai seorang Muslimah.
Hadist Rosulullah saw:
“Sesungguhnya Asma binti Yazid
As-sakan ra datang menemui Rosulullah sholallhu ‘alaihi wassalam dan
berkata,”Sesungguhnya saya utusan dari sekelompok wanita muslimah di
belakangku, mereka semuanya berkata dan sependapat dengan perkataan dan
pendapatku. Sesungguhnya Allah mengutusmu kepada kaum pria dan wanita, maka
kami beriman dan mengikutimu. Dan kami kaum wanita terbatas, banyak halangan
dan penjaga rumah. Sementara kaum pria diutamakan sholat berjamaah, mengantar
jenazah, dan jihad. Ketika mereka keluar berjihad, kami menjaga harta mereka
dan mendidik anak mereka. Apakah kami berserikat dengan mereka dalam
mendapatkan pahala wahai Rosulullah?” Maka Rosulullah sholallhu ‘alaihi
wassalam berpaling ke arah sahabat dan bersabda, “tidakkah kalian mendengar ungkapan
seorang wanita yang lebih baik pertanyaannya tentang agama dari wanita in?”
Sahabat menjawab,”Benar wahai Rosulullah saw.”Rosulullah sholallhu ‘alaihi
wassalam bersabda,”pergilah wahai Asma dan beritahukan kepada para wanita di
belakang kalian, bahwa kebaikan (ketaatan) salah seorang kalian kepada
suaminya, mencari keridhaannya, dan mengikuti apa yang dia sukai, menyamai
(pahalanya) dengan yang engkau sebutkan.” (HR. Bukhari Muslim)
Hadist
Rosulullah saw yang lain tentang peran kepemimpinan wanita di dalam rumah
suaminya,
“Wanita adalah
pemimpin di rumah suaminya dan terhadap anaknya dan dia bertanggung jawab atas
mereka.” (HR. Muslim)
2)
Tetap menjaga adab-adab Syar’i
a. Ghodhul
Bashor (menundukkan pandangan): QS. An-Nuur: 30-31
b. Komitmen
dengan pakaian syar’i: QS. Al Ahzab: 59
c. Iltizam
(komitmen) dengan adab-adab komunikasi khususnya antara ikhwan dan akhwat: QDS.
Al Ahzab: 32
d. Menghiasi
diri dengan sifat malu: QS. Al Qashash: 25
3)
Menghindari khalwat
Menghindari
khalwat dan ikhtilat adalah tindakan preventif yang sangat dikedepankan sebelum
terjadi khlawat. Namun para ulama menetapkan bahwa preventifitas yang
berlibahan atau terlalu longgar, malah bisa menghilangkan sekian banyak
kemaslahatan, kemudian membuka kerusakan yang justru lebih besar dan banyak,
yang sebelumnya dikhawatirkan akan terjadi.
Maka
yang penting adalah kehati-hatian dan pandai menjaga diri saat berinteraksi
dengan laki-laki. Sebab tak bisa dipungkiri, bahwa sesuatu yang bisa menjurus
kepada perbuatan haram, hukumnya haram. Hendaknya pertemuan yang dilakukan
sebatas kebutuhan dan tidak mengundang fitnah serta tidak mengabaikan tugas
asasinya. QS. Al Ahzab: 32-33. Kaidah fiqh: “hajat
diukur sesuai dengan batas-batas kebutuhannya.” sehingga tidak boleh
berlebihan.
KESIMPULAN
Apa yang tertulis diatas adalah sebuah idealisme
yang seharusnya dapat dijalankan oleh seorang muslimah terutama aktifis dakwah,
baik yang sudah maupun yang belum menikah. Meski di dalam realitanya akan
menghadapi berbagai halangan, namun kiranya beberapa kiat berikut dapat menjadi
pegangan bagi muslimah agar tetap aktif dalam berdakwah. Diantaranya, menjaga
niat ikhlas, memperbaiki akhlak agar menjadi teladan bagi anak, suami dan
keluarga, terus belajar dan tolabul ilmi, selalu menyusun planning dan skala prioritas,
selalu melakukan aktifitas yang mampu untuk dilakukan secara istiqamah, belajar
dari pengalaman ibu-ibu sukses, menjaga kesabaran dan selalu melakukan yang
terbaik dalam setiap aktifitas. Semoga kita selalu istiqamah dalam dakwah
dimanapun,kapanpun dan apapun posisi kita. Aamiin
Ya Robbal ‘Alamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar